Manado, SULUTREVIEW
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Soekowardojo menyebut inflasi di Kota Manado tak terpola.
Pasalnya, pada Mei 2018 tercatat 2,84 persen. Sehingga hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri. Namun ketika mengacu pada tahun 2016 Kota Manado pernah mengalami deflasi 5 kali dalam setahun. Diikuti 6 kali pada 2017.
“Saya sebenarnya khawatir inflasi kita tinggi. Tetapi dengan adanya beberapa kali deflasi dalam setahun, maka dapat dikatakan inflasi di Kota Manado tidak memiliki pola tertentu,” ungkap Soekowaedojo di sela buka bersama insan pers 1 di Swissbelhotel, Kamis (7/6/2018).
Akan hal itu, Soekowardojo berharap Kota Manado pada Juni 2018 akan mengalami deflasi.
“Kami menunggu kapan deflasi,” ujarnya sambil menambahkan meski saat ini sedang diperhadapkan pada hari besar keagamaan namun demikian tidak begitu mengkhawatirkan.
“Saya melihat dampaknya tidak signifikan. Saya menduga spending masyarakat belum sampai ke titik puncak. Kita lihat saja pengaruhnya nanti sampai sejauh mana,” tandasnya.
Soekowardojo juga mengatakan inflasi di Sulut yang diukur dari Kota Manado, lebih dipicu oleh komoditas bawang, rica (cabai) dan tomat (barito). Sehingga menjadi tugas dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk dapat mengatasinya.
“Kita punya pengukur inflasi, yakni Manado. Kalau kita kendalikan, maka Manado akan aman. Apalagi inflasi kita ini spesifik, yakni hanya dipicu barito. Ini gampang, jadi tidak perlu jadi momok,” tegasnya.
Demikian juga dengan angkutan udara yang tidak terlalu tinggi. Hal ini tidak mengkhawatirkan.
“Kita punya waktu 7 bulan untuk mengamankan barito. Kita akan menjawabnya dengan program tanam barito tahap dua. Hal ini perlu kerja sama dengan Dinas Pangan untuk mengatur pola penanaman,” ujarnya.
“Jangan pasar yang mengaturnya. Bila perlu manfaatkan klaster pengembangan tomat sayur di Minahasa. Harapan bisa amankan inflasi. Berikut tata niaga, perlu kita lihat lagi,” tandasnya.(hilda)